Kisah Suami Istri di Rumah Sebelah dan Malam Natal
Keluarga yang tinggal
di sebelah rumah itu penganut kristus. Hanya ada sepasang suami istri di
dalamnya. Karena itu rumah sebelah tampak selalu sepi. Lucunya, sebagai tetangga
kami hampir tidak pernah bertegur sapa.
Si suami jarang
terlihat. Dia berangkat kerja pagi-pagi sekali sebab setiap saya akan berangkat
kuliah mobilnya sudah tidak ada di garasi. Ia hampir selalu pulang lewat
dari jam makan malam, terdengar dari suara mobilnya yang memecah sepi gang
Srikandi. Sekali saya pernah memergokinya sedang mengintip rumah kami dari
balik gerbang, mungkin berpikir apa yang menyebabkan ribut-ribut di sebelah rumahnya.
Selebihnya saya lebih sering melihatnya di akhir pekan tengah mengelap
mobilnya, atau melihat kakinya dari kaca pintu samping rumahnya bersama dengan
suara TV. Kaca pintu samping rumah itu kecil, hingga yang tampak hanya
kakinya yang sedang selonjoran diatas meja. Mungkin sedang bersantai menikmati
acara TV.
Kalau istrinya, perempuan paruh baya yang hampir
setiap pagi terlihat sedang memilih sayuran dari tukang sayur yang keliling
perumahan. Kalau si istri tadi tidak tampak di luar rumah, si tukang sayur akan
berteriak memanggil atau menyalakan klakson. Tak seperti suaminya yang pulang kerja lewat dari jam makan
malam, Ia lebih sering terlihat pulang kerja saat hari mulai gelap dengan
mengenakan motor bebek sederhana keluaran 90an. Ia bertanggung jawab menyiapkan
makan malam untuk suaminya. Pagi hari di akhir pekan, saya sering berpapasan
dengannya di depan gerbang saat hendak membuang sampah. Biasanya ia akan
tersenyum sambil menggerak-gerakkan sapu lidi dan mulai menyapu halaman
rumahnya yang sebenarnya tidak terlalu kotor.
- - - -
Malam ini gang Srikandi
sepi seperti biasanya. Saya mengintip dari jendela. Gang Srikandi gelap. Malam natal. Tak ada mobil di garasi rumah
sebelah. Saya menduga suami istri itu sedang mengikuti perayaan malam misa. Rumah
mereka masih sepi seperti hari biasa. Suami istri paruh baya itu mungkin tak
sempat memasang atribut natal aneh-aneh macam mistletoe atau lampu kerlap-kerlip
di depan rumah mereka.
Berbeda dengan gang
Srikandi dan rumah sebelah, di sosial media orang ribut-ribut soal urusan
natal. Di negara dominan muslim ini, atas nama Al-qur’an dan Hadis mereka
berkoar soal haram mengucapkan ucapan selamat natal, haram ikut-ikutan pakai
atribut natal dan bergaya ala sinterklas. Sampai saat ini urusan begitu masih
jadi perdebatan.
Diantara perdebatan
yang hanya berujung saling hina, di linimasa twitter muncul kultwit dari
@YPaaramadina yang membahas tentang ‘Natal, Maulid, Kasih dan Pohon Terang’. Ditambah
tulisan Akhmad Sahal, salah seorang pengurus cabang NU di Amerika yang twitnya
selalu memberikan pandangan lebih luas mengenai Islam, Ia menulis tentang Natal dan Hadis Tasyabbuh yang memberikan penjelasan akan Hadis yang seharusnya tidak
saklek ditafsirkan sebagai pengharaman segala bentuk penyerupaan terhadap
golongan agama lain. Dan satu hal yang saya kutip dari tulisannya ‘Orang bisa
menikmati kegembiraan Natal (misalnya untuk liburan) tanpa harus menjadi
Kristen’. Menarik.
Itulah gunanya membaca.
Membaca untuk memperluas pandangan, membaca untuk membuka pikiran. Di zaman
sekarang sudah banyak ahli agama yang melek intelek, dan seharusnya begitu. Mereka tidak hanya saklek
pada apa yang tertulis di Al-Qur’an dan Hadis, tetapi mengkaji lebih dalam lagi
dan memperluas sudut pandang.
Saya kepikiran pada
suami istri di rumah sebelah. Jika semua orang di gang srikandi berpikiran
ucapan natal adalah sesuatu yang dilarang, maka suami istri itu hanya akan
melawati natal yang sepi. Mungkin tak ada salahnya jika besok pagi saya
berpapasan dengan satu atau keduanya, sambil tersenyum bisalah saya berikan
mereka ucapan selamat natal dan semoga mereka menikmati hari libur mereka
dengan bahagia. Sesederhana itu.
To all my friends, selamat merayakan hari besar kalian. Merry Xmas, and wishing you all much joy this holiday. Mari menikmati hidup dalam damai.
XOXO.
Tags:
from heart
menurut elya
0 komentar
Any Comment?