Apa yang Di Tangan, Apa yang Di Hati



Sabtu pagi. Saya bangun lebih awal sebab tidur lebih cepat dari jam tidur dihari biasa. 

Diantara kekosongan suara orang-orang yang masih bersembunyi dibalik selimut, masih ada bau-bau sisa hujan semalaman masuk dari jendela. Sabtu kali ini terasa lebih ringan, hampa – kosong. Tak ada agenda apa-apa. Tak ada janji, meeting, dan acara. Menyenangkan juga merasa kesepian. Tanda bahwa saya akan menghabiskan waktu sehari sendirian, di rumah atau perpustakaan.

Saya bangun dan kepikiran pada hal-hal kecil. Cucian yang menumpuk seminggu dan blog yang tak pernah ditulisi. Tapi yang lebih memenuhi kepala adalah, hubungan saya denganNya. Rasa syukur yang semakin berkurang saban hari. Sepi membuat saya serasa dipojokkan. Cih, lagi-lagi urusan dunia kerap kali menjauhkan jarak kita padaNya.

Saya melirik pada tumpukan buku yang tertimpa sinar lampu tidur. ‘Tuhan, Maaf, Kami Sedang Sibuk’. Judul buku itu tak sekedar terbaca, tapi juga terucap lirih. Mom membawakan buku itu saat berkunjung ke Jogja dua bulan lalu, mungkin maksudnya ingin menasehati dengan cara halus. Bahkan sibuk pun membuat saya belum menyentuhnya sama sekali.

Buat apa IPK tinggi-tinggi, banyak rezeki, punya teman disana-sini, bisa nongkrong dan makan sesuka hati tapi jadi tak tau diri? Lupa kita berpijak pada bumi siapa? Lupa pada siapa yang memberi semuanya? Naudzubillah…

“Ya Allah, jadikanlah dunia di tanganku, dan jadikan akhirat di hatiku.”
(Abu Bakar Ash-Shiddiq)

Share:

1 komentar

  1. lek atip juga ngasih meta buku itu ndah. :D mungkin mereka belinya barengan :D

    ReplyDelete

Any Comment?