BIPA Project #1
Cre: Mukhlas' Documentation |
Belakangan baru sadar,
banyak orang Asing yang mulai belajar Bahasa Indonesia. Tujuannya macam-macam,
mulai dari sekedar untuk memudahkan komunikasi saat berwisata, studi, ataupun
bekerja di Indonesia. Liburan kali ini, saya berkesempatan ikut ambil bagian di
BIPA project. Such a wonderful opportunity!
BIPA atau Bahasa
Indonesia bagi Penutur Asing dirancang untuk memenuhi kebutuhan warga Asing
yang ingin menguasai Bahasa Indonesia. Kampus saya kebagian ikut menerima
beberapa mahasiswa dari Australia. Dan kemarin adalah kesempatan bagi para mahasiswa
tersebut untuk berkunjung dan berkeliling kampus saya. Saya yakin mereka sudah
banyak tau tentang kultur dan beberapa hal soal Indonesia. Lebih dari itu,
orientasi BIPA kali ini lebih mengenalkan nilai Islam dan sejarah kampus saya
:D
Ada Oliver, yang
interest banget dengan Islam terbukti waktu kita ajak dia mengunjungi masjid kampus dia bilang kalau itu adalah salah satu masjid terbesar yang dia kunjungi dan kemudian dia banyak tanya. Mengingatkan saya dengan topik orientalisme yang saya
presentasikan di kelas Islamic thought and civilization. How the westerner try
to learn anything that related to the eastern, including about religion. Lucunya
si Oliver ini setiap kali lihat kaligrafi saya disuruh bacain plus diartikan ke
Bahasa Inggris. Salah satunya kaligrafi tentang kewajiban menuntut ilmu bagi
seorang muslim yang ditempel di perpustakaan.
Diantara yang lain,
Oliver termasuk yang punya kemampuan bahasa Indonesia paling baik. Dia sudah
bisa melafalkan beberapa kata dengan jelas dan memahami bacaan tulisan. Seperti
ingin menunjukkan kemampuannya, Oliver mencoba menyanyikan lagu Iwan Fals (yang
entah judulnya apa). “satu jam terlambat. Lewati … ehmm traffic Jam, oh, lewati
lampu merah… na na na” dia bersenandung sambil mengingat-ingat liriknya yang
ternyata dia artikan dulu ke bahasa Inggris. Makanya kenapa tiba-tiba dia
nyebut traffic jam buat bilang lampu merah. Grammar translation!
Kekeke. Karena kemampuannya itu juga, dia semangat banget waktu saya suruh baca
setiap caption yang ada di museum kampus lalu dia artikan ke bahasa inggris
depends on the word that appeared. Serasa ingin dia baca semua dan kemudian
bilang “What do you think about my Bahasa?” “Oh! excellent, Oliver. You did it
well!”
Berbeda dengan Tania,
yang katanya sih sudah pernah ke Indonesia dua puluh tahun lalu yang lebih
interest sama candi yang ada di perpustakaan. Jadi kampus saya punya candi,
gais. Tania hampir lompat-lompat waktu kita bilang akan mengunjungi temple.
Tapi dia sama sekali nggak ngerti bahasa Indonesia. Senengnya ngobrol sama
Tania ini, dia orangnya very chatty. Walau hampir-hampir nggak ngerti kalau dia
ngomong.
Senang sih beberapa jam
jadi tour guide mereka. Kesempatan buat chit-chat, mengenalkan budaya Indonesia
dan indahnya islam dari perspektif kita langsung. Jadi mikir, mereka aja
semangat mempelajari milik kita tapi kadang kita sendiri acuh tak acuh dengan
milik sendiri.
Tags:
Harian Elya
0 komentar
Any Comment?